Alarm Cahaya
Rangkaian alarm ini sangat sederhana namun mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam mencegah terbukanya lemari/laci yang seharusnya tertutup. Alarm ini aktif ketika terdapat cahaya.
Rangkaian alarm ini cara kerjanya sangat mudah dan pembuatannya juga tidak terlalu rumit, sederhana. Dari namanya sudah dapat diketahui bahwa alarm ini akan bekerja ketika terdeteksi adanya cahaya. Dengan fungsi tersebut maka rangkaian in dapat digunakan sebagai alarm pencuri atau alarm terbukanya lemari/laci yang seharusnya tertutup.
Sistem Alarm Cahaya
Alarm ini bekerja ketika adanya cahaya yang datang pada sensor dengan taraf keterangan tertentu. Pengaturan taraf terang – redup ini dapat dilakukan dengan mengatur potensiometer R12. Sistem ini mempunyai 2 keunggulan yaitu dilengkapi dengan waktu tunda pengaktifan alarm, pengaturan bunyi buzzer dan detektor baterai.
Rangkaian Tunda
Rangkaian alarm cahaya ini menggunakan sumber tenaga berupa baterai 9V agar dapat dibawa-bawa, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk diberikan sumber tenaga dari sebuah power suplai 12V. Rangkaian pada gambar 1 merupakan bagian dari rangkaian lengkap alarm cahaya. Pada gambar 1 merupakan rangkaian yang menunda aktifnya alarm ketika tombol SW1 di ‘ON’-kan/di tekan.
Dengan adanya rangkaian ini maka memungkinkan user untuk meletakkan alarm ini di dalam sebuah lemari/laci sebelum alarm aktif. Rangkaian in dibentuk dari rangkaian C1, R1, R2, Q1 dan D1. Pada saat tombol SW1 maka kapasitor C1 akan mengisi muatan melalui R1 sehingga tegangan basis menjadi turun mendekati 0 volt. Kondisi ini akan menyebabkan transistor Q1 akan aktif dan memaksa tegangan di pin 1 IC 1A akan high.
IC 1 merupakan gerbang inverter dengan schimtt trigger sebanya 6 buah. IC in merupakan IC CMOS sehingga tegangan suplainya maksimal adalah 18 volt sehingga dengan tegangan suplai saat ini (9 V dari baterai atau 12V dari power suplai eksternal) masih dapat bekerja dengan baik.
Kondisi pin 1 pada IC1 yang high ini akan menyebabkan berapapun tegangan yang dihasilkan oleh pembagian tegangan R3, R12 dan R11 (LDR) tidak berubah yaitu mendekati 5 volt.
Beberapa saat setelah muatan kapasitor telah penuh maka tegangan basis Q1 sudah cukup untuk membuat Q1 untuk OFF sehingga tegangan di pin 1 benar-benar dikendalikan oleh pembagian tegangan antara R3, R12 (potensiometer) dan R11 (LDR).
Jadi ketika Q1 ON maka tegangan di titik pin 1 IC1 akan ditahan tetap sekitar 5 volt dan tegangan pembagian antara R3, R11, dan R12 akan diabaikan. Sebaliknya ketika Q1 OFF maka tegangan di titik pin 1 IC1 akan ditentukan oleh pembagian tegangan antara ketiga tahanan tersebut. Oleh sebab itu ketika Q1 ON maka apa pun kondisi cahaya lampu (terang/redup) tidak akan mempengaruhi sistem sehingga buzzer akan selalu OFF. Jika diperlukan waktu tunda yang lebih lama maka nilai kapasitor C1 dapat diganti dengan yang sedikit lebih besar. Semakin besar nilai kapasitor C1 akan menyebabkan waktu tunda keaktifan sistem akan semakin lama.
Rangkaian Schmitt Trigger dan Pewaktu Buzzer
Rangkaian yang paling depan pada gambar 2 merupakan rangkaian untuk menentukan logika dari suatu keadaan terang gelap cahaya. Dengan digunakannya inverter dengan schmitt trigger akan mencegah trigger yang tidak diinginkan.
LDR merupakan komponen yang mempunyai karakteristik dimana nilai resistansinya yang tinggi ketika tidak terkena cahaya tetapi nilai resistansinya akan turun dengan drastis ketika LDR terkena cahaya. Besarnya penurunan nilai resistansi LDR juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk ke LDR, semakin tinggi intensitas cahayanya maka semakin rendah pula nilai resistansinya.
Ketika Q1 OFF dan dalam kondisi gelap maka tegangan di pin 1 IC1 akan dihasilkan dari pembagian tegangan antara R3, R11 dan R12 akan menghasilkan tegangan yang cukup tinggi, cukup untuk dianggap logika high oleh gerbang inverter.
Sedangkan sebaliknya ketika dalam kondisi terang maka tegangan di pin 1 akan cukup rendah karena nilai resistansi LDR yang turun drastis. Nilai tegangan ini bervariasi berdasarkan tingkat terang-redupnya cahaya yang masuk ke LDR. Kondisi ini dapat menimbulkan trigger yang berulang-ulang sehingga untuk menghindari trigger seperti ini digunakan gerbang dengan schmitt trigger, dalam sistem ini digunakan gerbang inverter. Dasar pemilihannya adalah karena murah dan di dalam satu kemasan terdapat 6 gerbang.
Output dari inverter IC1a sudah berupa logika dan dapat diumpakan langsung ke buzzer. Namun, pada gambar 2, di depan IC1a ditambahkan rangkaian yang berfungsi untuk mengatur cara/lama bunyi dari buzzer. Ketika output dari gerbang IC1a high maka melalui R4 dan C4 (LPF filter) akan men-drive IC1b sehingga outputnya menjadi low dan menyebabkan kapasitor C6 mengosongkan muatan. Kondisi ini akan menyebabkan tegangan di pin 5 IC1C akan low untuk selang beberapa waktu (selama kapasitor C8 dis-charge) dan memberikan output high ke basis transistor Q2. Aktifnya transistor Q2 ini akan menyebabkan buzzer menyala.
Sesaat kemudian (setelah kapasitor C8 dis-charge) kapasitor C8 akan melakukan pengisian ulang dan kemudian tegangan di pin 5 IC1c akan naik kembali dari menghasilkan output low pada basis transistor Q2, buzzer mati. Jadi lama buzzer aktif ditentukan dari lama waktu dis-charge – charge kapasitor C8 dan R6.
Tetapi jika diinginkan buzzer tetap aktif selamanya sampai SW1 OFF maka jumper JP3 dapat disambungkan. JP3 yang tersambung akan memaksa tegangan diinput pin 3 IC1b akan low sehingga buzzer akan berbunyi terus walaupun LDR sudah tidak terkena cahaya lagi. Buzzer akan mati setalh tombol SW1 OFF. Sebaliknya ketika jumper JP3 ini tidak dihubungkan maka buzzer akan berbunyi hanya ketika LDR terkena cahaya. Setelah LDR tidak terkena cahaya maka buzzer akan tidak berbunyi.
Detektor Baterai
Sistem ini memang didisain dengan menggunakan power suplai dari baterai oleh sebab itu perlu dibuat detektor baterai agar dapat dketahui kapan baterai yang digunakan tesebut sudah layak untuk diganti. Tegangan baterai yang terlau rendah dapat menyebabkan sistem alarm salah dalam mengartikan terang-gelap cahaya. Selain itu bunyi buzzer pun akan semakin keci dan lemah.
Seperti pada gambar 3, detektor baterai dibangun dari rangkaian D7 dan R10. Ketika tegangan baterai (VCC) di atas 4.3 volt maka masih terdapat arus bocor menuju R10 dan cukup untuk menyebakan tegangan di pin 9 IC1d high. Kondisi ini akan menyebabkan osilator yang dibentuk dari rangkaian IC1e, R9, C8, C5, dan R8 tidak bekerja sehingga menyebabkan tegangan di pin 13 IC1f high. Kondisi ini akan menyebabkan Q2 OFF dan hanya tergantung dari IC1c.
Sebaliknya ketika tegangan baterai sudah dibawah tegangan 4.3 volt maka tidak ada arus bocor menuju R10 sehingga tegangan di pin 9 akan mendekati 0 volt dan dianggap sebagai logika low. Kondisi ini menyebabkan osilator aktif sehingga pin 13 IC1f akan mendapat pulsa-pulsa dari osilator sehingga Q2 akan aktif pula. Pulsa-pulsa yang dihasilkan oleh IC1f akan mengaktifkan Q2 walaupun IC1c juga aktif.
Hal ini nantinya
Pengaturan Kepekaan LDR
Pengaturan kepekaan LDR diatur dengan menggunakan potensiometer R11. Pada pengaturan awal, posisikan potensiometer kira ditengah-tengah. Kemudian letakkan cahaya pada tempat yang ingin di deteksi dan aturlah potensiometer supaya menghasilkan bunyi ketika mendapatkan cahaya dan tidak berbunyi ketika sistem tidak mendapatkan cahaya.
Durasi pengatikfan buzzer ditentukan oleh nilai C6 dan R6, untuk waktu yang lebih lama disarankan untuk mengganti nilai kapasitor dengan nilai yang lebih tinggi.
Untuk buzzer yang lebih besar, yang membutuhkan arus lebih besar transistor Q2 dapat diganti dengan transistor darlington yang mempunyai arus kolektor lebih besar. Perhatikan konsumsi arus buzzer dan kemampuan arus yang mampu dilewatkan oleh kolektor pada transistor Q2.
No comments:
Post a Comment